MUI Keluarkan 4 Fatwa Haji dan Umroh, Simak Selengkapnya di Sini

27 November 2020, 15:58 WIB
Ilustrasi Haji dan Umroh /Glady/Pixabay/Glady

LINGKAR MADIUN- Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi mengeluarkan 4 fatwa terkait haji dan umroh yang diungkapkan pada acara Musyawarah Nasional (Munas) X yang digelar sejak 25 hingga 26 November 2020.

Fatwa tersebut membahas mengenai pelaksanaan haji dan umroh khususnya pada masa pandemi di mana ada protokol kesehatan yang perlu diperhatikan. 

Lima fatwa MUI tentang haji dan umroh tersebut yaitu:

1. Pemakaian Masker Saat Ihram

Yang pertama, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan bahwa fatwa yang pertama adalah mengenai pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram.

Baca Juga: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Hentikan Sementara SPWP Ekspor Benih Lobster

Baca Juga: Sertifikasi Halal Indonesia Masih Kalah dengan Malaysia

"Pertama, fatwa tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram" katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis malam dikutip lingkarmadiun.pikiran-rakyat.com dari Antara. 

Pada fatwa haji dan umroh tersebut diketahui ada empat ketentuan pemakaian masker,  antara lain yaitu:

a. Bagi perempuan yang sedang ihram haji atau umrah hukumnya haram jika menggunakan masker, karena hal tersebut termasuk melanggar larangan ihram (mahdzurat al-ihram), namun untuk laki-laki yang berihram haji atau umrah hukumnya boleh (mubah)

Baca Juga: Terkait Halal Haram Vaksin Covid-19, MUI: Masyarakat Jangan Gaduh Mengenai Vaksin Covid-19

Baca Juga: Masyarakat Resah Terkait Keamanan Vaksin, Pemerintah Pastikan Aman dan Telah Lolos Uji Klinis

b.  Kendati demikian, pada ketentuam kedua karena adanya keadaan darurat atau kebutuhan mendesak (al-hajah al-syar’iyah) maka perempuan boleh (mubah) menggunakan masker saat sedang ihram haji atau umrah.

c. Merujuk pada ketentuan kedua, pada perihal pemakaian masker pada seorang perempuan yang sesuai kondisi tersebut ada dua perbedaan pendapat.

Yaitu, ada yang wajib membayar fidyah dan kedua tidak wajib membayar fidyah.

Baca Juga: Warga Brazil Turun Ke Jalan Tolak Kewajiban Vaksin Covid-19 Dari Sinovac

Baca Juga: Surati Menkes Terawan, IDI: Vaksin Corona Jangan Tegesa-gesa

d. Terakhir, ketentuan pada nomor dua tersebut didasarkan pada pertimbangan keadaan darurat atau kebutuhan mendesak (al-hajah al-syar’iyah) karena tingginya angka penularan penyakit yang berbahaya, cuaca ekstrem atau buruk, dan ancaman kesehatan yang apabila tidak memakai masker dapat memperburuk kondisi kesehatan.

2. Tentang Pembayaran Setoran Awal Haji dengan Utang dan Pembiayaan

Fatwa kedua adalah mengenai sotoran awal haji yang menggunakan uang dari hasil utang atau pembiayaan, ada tiga ketentuan, yakni:

a. Setoran awal boleh (mubah) dilakukan dengan uang hasil utang dan pembiayaan namun dengan syarat bukan merupakan utang ribawi dan orang yang berutang jelas memiliki kemampuan untuk melunasi utang yang bisa dibuktikan dengan kepemilikan aset yang sesuai. 

Baca Juga: Yuk Kenalan Dengan Vaksin Merah Putih Buatan Indonesia dan 6 Institusi yang Terlibat di Dalamnya

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Segera Hadir, Jokowi: Jangan Dipelintir!

b. Pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil pembiayaan dari lembaga keuangan hukumnya boleh. Akan tetapi syaratnya dengan menggunakan akad syariah dan tidak dilakukan di lembaga keuangan konvensional. Selain itu,  nasabah juga harus mampu melunasi dengan dibuktikan kepemilikan aset yang cukup.

c. Terakhir, jika pembayaran setoran awal haji dengan dana utang dan pembiayaan tidak memenuhi ketentuan seperti pada ketentuan satu dan dua maka hukumnya adalah haram.

3. Tentang Penundaan Pendaftaran Haji Untuk yang Sudah Mampu

Bagi yang sudah mampu namun tidak segera menunaikan ibadah tersebut maka ada enam ketentuan di bawah ini:

Baca Juga: Relawan Vaksin AstraZeneca Meninggal Dunia, Pengadaan Vaksin Harus Lebih Hati-hati

Baca Juga: Segera Hadir di Indonesia, Vaksin Covid-19 Hanya Untuk Rentang Usia 18-59 Tahun. Benarkah?

a. Ibadah haji merupakan kewajiban ‘ala al-tarakhi untuk setiap orang Muslim yang sudah istitha’ah akan tetapi disunahkan baginya untuk menyegerakan ibadah haji.

b. Kewajiban haji bagi orang yang mampu menjadi wajib ‘ala al-faur jika sudah berusia 60 tahun ke atas, khawatir berkurang atau habisnya biaya pelaksanaan haji atau qadla’ atas haji yang batal.

c. Mendaftar haji bagi orang yang sudah memenuhi syarat maka hukumnya wajib.

Baca Juga: Tenaga Kesehatan Indonesia Harus Jalani Training Treatment Vaksin Covid-19 dengan WHO

Baca Juga: Garuda Siap Layani Penerbangan Umroh dan Dapat Dilakukan Dari Berbagai Daerah, Simak Ulasannya

d. Bagi yang sudah mampu lalu menunda-nunda pendaftaran haji bagi maka hukumnya haram.

e. Bagi yang sudah istitha’ah tetapi tidak melaksanakan haji sampai wafat maka wajib dibadalhajikan.

f.  Bagi yang sudah istitha’ah serta telah mendaftar haji akan tetapi wafat sebelum melaksanakan haji maka dirinya sudah mendapatkan pahala haji dan wajib dibadalhajikan.

Baca Juga: Penerbangan Umroh Kembali Dibuka 1 November 2020, Menhub: Harus Tetap Disiplik Protokol Kesehatan

Baca Juga: Wakil Presiden Ma’ruf Amin: Tanpa Sertifikat Halal Vaksin Covid-19 Boleh Digunakan

4. Tentang Pendaftaran Haji Usia Dini

Menurut Asrorum, pendaftaran haji pada usia dini untuk mendapatkan porsi haji hukumnya boleh (mubah) namun dengan beberapa syarat, yaitu:

a. Uang yang digunakan untuk mendaftar haji tersebut diperoleh dengan cara yang halal.

b. Pendaftaran haji tidak mengganggu biaya lain yang wajib dipenuhi.

c. Pendaftaran haji usia dini tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan

Baca Juga: Garuda Berikan Refund -Reschedule Gratis Bagi Penumpang Karena Kemacetan Soetta

Baca Juga: Garuda Siap Layani Penerbangan Umroh dan Dapat Dilakukan Dari Berbagai Daerah, Simak Ulasannya

d.  Serta, pendaftaran tersebut tidak menjadi menghambat pelaksanaan haji bagi mukallaf yang sudah memiliki kewajiban ‘ala al-faur dan sudah mendaftar.

Jika pelaksanaan haji usia dini tidak memenuhi syarat, maka menurut MUI tersebut hukumnya menjadi haram. 

Itulah 4 fatwa haji dan umroh menurut MUI. Selain itu, ada fatwa lain mengenai penggunaan human diploid cell dalam penggunaan vaksin dan obat yang sebelumnya haram menjadi boleh karena darurat.***

Editor: Dwiyan Setya Nugraha

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler